Tuesday, 5 February 2013

Liburan Akhir Tahun 2012, edisi Roma dan Athena


Perjalanan kali ini dimotivasi oleh keinginan untuk melarikan diri sebentar, dari udara dingin Berlin di akhir tahun. Berbekal pengalaman booking perjalanan yang murah apabila jauh-jauh hari sebelumnya dilakukan, kami rencanakan semuanya 6 bulan sebelum perjalanan sesungguhnya dimulai.
Kota yang akan dikunjungi adalah Roma dan Athena, dengan alasan kami ingin melihat dari dekat bagaimana sebenernya kota-kota tempat mulainya peradaban Eropa dimulai. Benar saja, pesawat yang kami tumpangi penuh. Kami adalah satu diantara sekian banyak penumpang yang ingin berlibur atau sekaligus merayakan Natal di Roma. Impresi pertama sampai di Bandara Rome Fiumicino, ternyata 11 12  dengan Bandara Soeta. Bukan kondisi fisik yang saya maksud, tapi calo taksi/minivan yang menawarkan jasa mengantar ke hotel. Dalam pendapat saya dan sebagian teman-teman, mereka sangat agresif dan memaksa memilih jasa mereka. Sebenarnya kami sudah mendapatkan informasi bahwa transportasi dari bandara ke pusat kota itu diluar biaya transportasi umum (daily ticket), dengan kisaran harga 5-14 E/org, sehingga pilihan minivan sebenarnya masuk dalam pertimbangan, seandainya harganya cukup rasional. Setelah diskusi, kami selanjutnya memilih menggunakan shuttle bus yang hanya 5 E/org dibandingkan naik express train yang mematok harga 14E/org, sambil menikmati pemandangan :p

Bis sampai di Rome Termini, stasiun besar Roma, yang ternyata tidak jauh dari hotel kami, kurang lebih 5 menit jalan kaki. Ini artinya pemilihan hotel kami sudah cukup strategis. Ditambah lagi, ternyata di depan hotel ada restoran india halal yang menyajikan menu kebab. Wow...bisa sambil guling-guling nih saking senangnya, karena urusan makanan beres dan aman. Setelah check in, kami diberitahu, bahwa di Roma ada city tax sebesar 2 E/org/hari, peraturan yang sama pernah kami temui juga di Budapest.

Ternyata hotel kami juga cukup dekat dengan landmark / pusat tourist attractionnya. Betul sekali informasi yang kami peroleh, bahwa Roma adalah walkable city, sehingga kita cukup menyiapkan fisik dan sepatu saja, untuk nyaman keliling Roma :) Kami sudah putuskan, untuk hari pertama, akan jalan-jalan ke sekitar hotel saja karena kami mulai perjalanan di sore hari, sehingga tidak perlu membeli daily ticket. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Santa Maria Maggiore, yang letaknya persis di depan hotel kita. Lalu jalan sebentar kita sudah ketemu Piazza della Republica yang cantik banget di waktu malam. Jalan lagi ke arah barat, kita menemukan Palazzo delle Esposizioni dan lanjut ke Quirinale (istana presiden). Dari sana kami ingin ke Pantheon, namun karena sudah malam sekali dan sudah lapar, kami putuskan untuk istirahat di hotel saja dan makan malam.

Hari kedua, dimulai dengan list panjang tempat-tempat yang ingin dikunjungi, dan kemudian diputuskan untuk membeli daily ticket saja untuk menghemat waktu, karena besok kami sudah harus terbang lagi ke Athena. Daily ticket cukup murah hanya 6E/org dan bisa dibeli di semua kios koran dengan harga sama apabila kita beli di agen resmi di dalam stasiun. Jangan lupa untuk menvalidasi tiket, sebelum dimulai perjalanan untuk menghindari denda.
First thing first adalah Colosseo, karena pasti antriannya cukup banyak, sehingga kita memilih pagi hari dan sebagai tempat tujuan pertama. Benar saja, antrian sudah cukup banyak. Tapi kami beruntung, baru 15 menit mengantri, kami sudah bisa masuk. Dengan tiket 12 E/org termasuk untuk kunjungan ke Arco di Costantino, Palatino dan Arco di Tito. Sebenernya pada saat kami mengantri, ada banyak tawaran dari guide bersertifikat untuk ikut grup kecil mereka. Mereka menawarkan 27 E/org dengan janji tidak perlu mengantri dan semua kunjungan akan bisa selesai dalam waktu 1 jam 15 menit. Tapi kami memutuskan untuk menikmati saja waktu kami karena kami membawa 2 anak balita. Perasaan sangat senang, karena akhirnya bisa juga melihat dari dekat, tempat pertarungan ala Gladiator dan melihat view dari berbagai posisi. Kata sejahrawan teman kami, posisi sebagai penonton dalam Colosseo merepresentasikan semakin tinggi / jauh dari arena pertandingan menandakan semakin rendah pula kelas sosial masyarakatnya.
Bagi yang suka dengan kartu pos, di depan Colosseo ini dijual kartu pos murah hanya 1 E untuk 20 kartupos. Lebih hebatnya lagi penjualnya bisa bahasa Indo lo, karena menawarkan kartu pos sambil teriak "murah murah tidak mahal, 1 E dua puluh". Walaupun cuma itu saja bahasa Indo yang mereka kuasai, namun sepertinya mereka tahu kalau orang Indo suka kalap belanja suvenir. Kan mau dibagi ke kakek nenek aa teteh dan sodara-sodara yang lain hihihi.

Ternyata keberuntungan kami masih berlanjut; pada saat foto-foto di depan Arco di Costantino sedang ada atraksi pasukan Roma. Dengan seragam lengkap, mereka melakukan simulasi gerakan pertahanan perang. Saya melihat konsep pariwisata disini sesuai dengan teori yang pernah saya baca. Maksud saya, dalam perjalanan dari Colosseo ke Palatino yang lumayan jauh, kami selalu disuguhi dengan atraksi-atraksi yang menghibur. Jadi pengunjung ga pernah merasa bosan atau capek. Kami masuk ke Palatino dan sekitarnya, dan melihat bagaimana konsep open space dibangun, tempat pusat kegiatan masyarakat Roma. Fasilitas komplet, ada toiletnya juga. Bahkan kami sempatkan sholat juga di Palatino :) Di depan Palatino, banyak sekali tempat untuk duduk santai, dan kami memutuskan untuk istirahat dan makan disitu.

Tujuan selanjutnya adalah Vatican dan Basilica S. Pietro. Kami melihat langsung bagaimana Vatican membentengi wilayahnya menjadi tempat yang menjadi bagian dari Roma modern, tetapi masih mempertahankan nilai / ajaran Katolik. Di sepanjang jalan dari stasiun Metro sampai ke Vatikan, banyak sekali dijual tas-tas atau barang KW 10 seperti kalau kita lihat di Sogo Jongkok atau Taman Puring hehe. Pekerja sektor informal di Roma sebagian besar adalah Bangladesh dan India, yang menjajakan barang seperti pedagang asongan. Hati-hati dengan mereka, karena mereka sangat agresif, dan kadang tidak sopan untuk memaksa turis membeli dagangannya. Kita harus berkali-kali bilang TIDAK, itupun mereka masih tetap menguntit dan memaksa dengan tidak sopan. Dari Vatikan, kita lanjut ke Piazza del Popolo, semacam alun-alun tempat berkumpul dan bersosialisasi warga Roma. Satu stasiun dari situ, kita berhenti di Plazza Mignanelli (Spanish Steps). Bener-bener deh, banyak banget orang-orang yang duduk-duduk di tangga, kebanyakan anak muda. Sama seperti yang kami jumpai di tujuan terakhir kami: Fontana di Trevi.

Kota berikutnya adalah Athena. Impresi pertama di kota ini adalah PUSYIINNGG deh baca tulisannya keriting, jadi informasi dari airport ke pusat kota cukup makan waktu juga untuk mencerna dan memahaminya. Padahal kita pengen cepat sampai ke hotel dan segera bisa mengeksplorasi Athena. Hotel kami kali ini juga strategis, hanya 5 menit dari stasiun metro terdekat dan 20 menit jalan kaki ke Acropolis. Sayangnya, susah untuk menemukan resto halal disini. Untungnya di ujung gang, ada supermarket murah sekelas LIDL Jerman, sehingga kami bisa belanja susu, roti dan buah sebagai survival sementara toko-toko tutup untuk perayaan Natal.
Keesokan harinya, kunjungan dimulai dengan tujuan ke Syntagma Square untuk melihat upacara pergantian prajurit penjaga, sebagai salah satu atraksi wisata yang harus dilihat. Berdasarkan informasi dari petugas hotel, hanya perlu waktu 15 menit dari hotel ke Syntagma. Dalam perjalanan, kami menemukan Hadrian Arch dan Temple of Zeus. Juga National Garden dan Zapion Exhibition and Congress Hall yang didalamnya ada Presidential House.
Setelah itu kami lanjut ke Monastiraki untuk melihat masjid peninggalan kaisar Ottoman yang sekarang menjadi Museum. Di depan masjid, banyak sekali dijual suvenir dengan harga yang murah, dari berbagai macam produk khas Athena. Kami akhiri perjalanan dengan jalan-jalan ke Piraeus dan Pantai Faliro.

Hari ke-3 dimulai dengan perjalanan menyusuri Plaka, kawasan permukiman yang masih mempertahankan bangunan berarsitektur Yunani kuno. Sambil juga melihat Panathinaikon Stadium "Kallimarmaro" tempat pelaksanaan pertandingan olahraga sejak tahun 1800an. Kami mampir juga ke National Library yang bersebelahan dengan University of Athens dan Academy of Athens. Perjalanan terakhir kami ditutup dengan kunjungan ke pusat tourist attraction yaitu Acropolis yang didalamnya termasuk beberapa monumen seperti Parthenon, Erechtheion, Temple of Athena Nike, Propylaea, Old Temple of Athena dan masih banyak lagi. Enaknya bagi mahasiswa yang sedang studi di European Union countries, masuk ke Acropolis GRATIS, sementara tiket masuknya adalah 12 E/org.

Ohya, dari semua kunjungan ke tourist attractions di Roma maupun Athena, Abinya Abel paling tertarik dengan "kacang jengkol" panggang yang dijual di pinggir jalan. Dengan harga 2 E isi 5 biji di Roma dan 2 E isi 10 biji di Athena, Mas selalu penasaran dan penasaran sehingga akhirnya beli lagi dan beli lagi :p.
Saya namakan kacang jengkol, karena ukurannya sebesar jengkol, tapi rasanya manis seperti sukun goreng atau biji nangka rebus. Lecker deh...

Last but not least, beberapa yang menjadi catatan saya selama perjalanan Roma Athena adalah :
1. Masing-masing terkenal dengan tingginya copet, sehingga sebisa mungkin menghindari metro dan memanfaatkan alat transportasi lain seperti bus atau tram. Seandainya memang akan naik metro, semua barang berharga sebaiknya dijadikan satu tas, dan tas itu disimpan di balik jaket. Teman kami bahkan sudah mengalami 3 kali percobaan copet di Roma, namun semuanya langsung ketahuan dan pencopet membatalkan niatnya.
2. Transportasi umum di Roma maupun di Athena sudah integrated seperti Berlin. Hanya saja secara umum, justru kondisi fisik kereta jauh lebih bagus Athena dibandingkan Roma, sedangkan untuk bis masih jauh lebih bagus Roma dibanding Athena. Masing-masing kota memiliki jenis alat transportasi darat yang sama, yaitu metro (kereta bawah tanah), bis dan tram.
3. Harga suvenir di Roma jauh lebih murah dibandingkan dengan Athena. Namun harga makanan jauh lebih murah Athena dibandingkan dengan Roma. Suvenir murah di Athena dapat ditemui di Plaka atau Monastiraki, sedangkan souvenir di Roma hampir di semua tempat berharga sama.
4. Daily ticket Athena juga lebih murah dibanding Roma, hanya 4 E/org dibandingkan 6E/org.
5. Hot chocolate Roma wajib dicoba, karena rasanya enak sekali, kisaran harga antara 2-6E tergantung besar kecilnya gelas dan kelas cafe yang dikunjungi.
6. Satu hal yang sangat mengganggu di Athena adalah banyaknya anjing liar di sepanjang jalan. Sama seperti di Berlin, saya menjumpai banyak sekali anjing, tapi saya merasa aman karena anjing ini selalu dipelihara oleh pemiliknya. Anjing di Athena ini membahayakan karena tidak ada pemiliknya, cenderung tidak bersih, suka mengikuti orang dan berada di tempat-tempat wisata, bahkan sampai masuk ke dalam Acropolis sekalipun; yang merupakan kawasan konservasi bangunan internasional.

Sebagai catatan akhir perjalanan ini, semakin menguatkan bahwa saya cinta sekali Indonesia. Rasanya matahari Indonesia, keindahan alam dan kenikmatan makanan khas Indonesia jauh lebih menarik bagi saya :)

Sarana Umum dan Masyarakat Muslim di Barcelona


Kembali mengamati angkutan umum di Barcelona, mengenalkan perbedaan yang cukup mendasar pada simplifikasi dan standarisasi sistem. Di Barca, saya melihat untuk angkutan kereta dan angkutan umum lainnya sudah mempunyai standar desain yang sama dengan Berlin. Hanya sistem kontrol dan keamanan yang berbeda. Setiap akan naik kereta,  kita harus masukkan kartu.  Jadi di dalam kartu itu akan tersimpan data voucher kita dan kemudian di belakang kartu, akan terlihat kapan, dimana dan sudah berapa kali kita menggunakan kartu kita. Sebenernya dengan begini, menurut saya, sistem sudah terstandarisasi dengan baik. Walaupun begitu, di setiap titik masuk stasiun, saya selalu melihat minimal 2 polisi menjaga dan mengontrol arus masuk dan keluar. Hmm, ini bedanya dengan Berlin. Sistem dibuat sederhana, dengan menerapkan model abonemen (setiap mahasiswa dapat dipastikan pasti punya semester ticket per semester dan rata-rata penduduk membeli Monatkarte ) sehingga  tidak dibutuhkan personil untuk melakukan pengontrolan.

Kontrol dilakukan secara random di dalam kereta atau bis, dan jarang sekali ditemukan masalah, karena pada umumnya penduduk sini sadar untuk tidak menjadi penumpang gelap hehe. Saya beberapa kali melihat, ada petugas di Barca yang harus membuka deposit kartu, karena terjadi kemacetan di pintu masuk. Pernah satu kali saya melihat petugas berdebat dengan penduduk karena, penduduk dengan sengaja menerobos pintu masuk. Saya sendiri sudah 2 kali mengalami masalah, di pintu tempat saya masukkan kartu, ternyata tdk terbuka dengan semestinya, sehingga harus melewati pintu lain. Abel yang duduk di kinderwagen, sering tidak dapat masuk karena pintu yang terbuka terlalu cepat tertutup kembali.

Sedangkan jenis kereta disini, sama dengan Berlin. ada Ubahn (kereta bawah tanah) dan Sbahn (kereta diatas jalan). U bahn disana dikenal dengan L linien dan S bahn dikenal dengan R linien. Kami sempat mencoba 2 macam jalur ini, dan merasakan sangat nyaman dan sangat bisa diandalkan ketepatannya. Hanya satu tips, bagi yang ingin berpergian ke Barcelona juga, Ini terkait dengan pengalaman kami. Pada saat sudah keluar dari kereta dari bandara (Aeroport) dan akan connecting ke kereta lain,  kami memilih LIFT, karena membawa anak dengan kinderwgaen dan barang bawaan lain. Ternyata, dengan menggunakan LIFT dianggap sudah keluar dari stasiun, sehingga untuk menuju ke kereta berikutnya, wajib memvalidasi kartu lagi dan artinya mengurangi jumlah voucher kita. Keesokan harinya kami mencoba menggunakan eskalator, ternyata setelah 2 kali ganti kereta,  hanya dihitung 1 kali perjalanan. Hipotesa kami, selama kita ga keluar dari zona stasiun, berarti kita dianggap masih menggunakan 1 kali voucher kita. Saya ingat sistem seperti ini sudah diterapkan di busway jakarta kan ya? hehe

Di bidang sarana, saya melihat di hampir setiap simpul jalan ada 3 tempat sampah besar berwarna abu2. Sangat menganggu pemandangan. Sayang, saya ga sempat mengambil gambarnya, karena hari ke-3 di Barca, seharian hujan terus :(
Ini bedanya dengan Berlin, masalah persampahan sangat didesain dengan rapi dan tidak menganggu pemandangan. Sampah rata2 disimpan di belakang Wohngebiet (kompleks rumah), dan diambil secara periodik oleh petugas sampah. Dan sepertinya sama dengan desain angkutan umum, di Barcelona, desain tempat sampah pun sudah dibedakan menjadi 3 peruntukan : packung/papier (kardus dll), plastic (botol dll) dan restmull (sampah lain2).



Tempat sampah di Stasiun Besar Barcelona

Pintu kontrol ke stasiun besar Barcelona.

Informasi arah dan sampai dimana kita, di dalam kereta.


Di dalam keretapun, ada Kamarmandi khusus untuk handicapped.

Tempat sampah yang kompak di dalam kereta.

Di hari terakhir saya berkesempatan menemukan komunitas muslim di Barcelona. Mereka sebagian besar tinggal di daerah yang disebut al Raval, lokasinya di belakang La Rambla dan Marcet St Josep. Komunitas muslim terbesar Barcelona ada di distrik Catalunya dan mereka sebagian besar adalah warga Pakistan dan Maroko. Kami menemukan sebuah masjid yang cukup besar, namun sayangnya masjid ini hanya diperuntukkan bagi lelaki, jadi wanita dilarang masuk disini. Dan sekali lagi, saya tidak mengambil foto disini, mengingat sedikit aneh di tempat ini untuk berfoto2. Kampung al Raval dikenal sebagai kampung dengan tingkat kriminalitas tinggi. Banyak website ttg pariwisata Barcelona yang selalu menyebutkan utk selalu berhati2 dengan barang bawaan di Barcelona, terutama kalau berkunjung ke al Raval.
Saya pribadi merasakan efek yang cukup tidak merasa nyaman di sini, mungkin karena jarak antar bangunan yang sempit, bangunan cenderung kumuh, berbau tidak menyenangkan dan sedikit gelap. Walaupun pada dasarnya, aktivitas disini sama seperti yang saya lihat di kampung muslim dan multikultural di Wedding, tempat saya tinggal di Berlin.

Bagi yang menyukai kawasan konservasi dan urban heritage, Barcelona mungkin surganya ya. Banyak sekali bangunan2 yang memiliki gaya arsitektur yang sangat bagus, unik dan menonjol. Masing-masing bangunan disini mempunyai desain yang berbeda dengan yang lain. Di Barcelona terkenal sebagai kota kelahiran banyak arsitek terkemuka, saya lupa saking banyaknya, tp yang paling terkenal adalah Antonio Gaudi. Saya sempat mengunjungi 3 landmark hasil karya Gaudi, yaitu la Sagrada Familia, Casa Mila dan Parc Guell.
Untuk jalan2 seputaran Barcelona, kami memilih jasa bis hop off hop on. Dengan jam operasi 09.00-20.00, kami bebas berhenti dimana saja, dan naik bis lagi beberapa kali, selama jam operasi masih berlangsung. Kami membeli tiket seharga 25E/org utk 2 hari, jauh lebih murah dibanding 17E utk 1 hari. Dengan harga segitu, kami masih mendapat diskon masuk ke beberapa tempat wisata dan juga potongan harga makan di resto fastfood dll. Ohya, untuk makanan, disini ga susah kok cari makanan. Favorit kami tetap resto fastfood, yang banyak jenisnya di Plaza Catalunya. Kami juga bawa bekal kok, terutama untuk sarapan dan cemilan selama di jalan :). Untuk makanan halal, ada juga toko yang menjual kebab. Satu hal yang wajib dicoba di Barca adalah hot chocolate dan churos, sehr leckerrr....murah dan enakk banget.
Kami juga mencoba Paella, makanan khas yang terbuat dari nasi. Maklum, setelah 3 hari makan tanpa nasi, tetep saja perut Indo kami menagih nasi hihihi. Paella semacam nasi uduk yang dicampur dengan aneka topping pilihan, bisa seafood, ayam, daging atau lain2. Satu hal yang mesti diperhatikan disini adalah, biaya yang dikenakan untuk jasa pelayanan 1 org di restoran. Waktu kami makan paella di resto deket Parc Guell, kami kena jasa Servicio Pan 0.98E /org.

Sebagai penutup, saya merasakan pengalaman yang cukup menyenangkan, pertama kali jalan ke Eropa di musim dingin.
Niat hati ingin merasakan sedikit kehangatan, ternyata sampai di Barcelona masih dingin juga hehe.
Sepertinya saya yang harus membiasakan dengan kondisi dan udara dingin di Eropa, karena saya masih akan menemui 2 kali winter lagi sebelum saya pulang.


Mengenal Barcelona


Perjalanan kami di belahan Eropa dimulai di Barcelona. Berbekal informasi harga paket murah dari seorang sahabat baik (tiket pesawat Berlin - Barcelona pp 58 E/org dan hotel bintang satu 38 E/hr) kami putuskan berangkat di saat Berlin mulai mendingin akibat winter yang datang terlambat. Persiapan cukup dengan mengintip google dan mencari keywords "best tourist attraction in barcelona", maka muncullah semua daftar yang dapat dipilih, dibandingkan dan kemudian dicetak. Niat kami dalam waktu 4 hari, paling tidak landmarsk Barcelona sudah berhasil dikunjungi. Ohya,sedikit tambahan info, karena maskapai penerbangan adalah kelas ekonomi, maka kami diperbolehkan membawa" hand gepack" kurang dr 20 kg dgn ukuran sekitar 52 cm x 16 cm x 35 cm per orang for free. Di luar itu, kita diwajibkan memasukkan bawaan ke bagasi dan dikenakan tambahan biaya.

Sesampainya di Barcelona, kami mencari informasi ttg paket transportasi umum. Ternyata sama juga dengan Berlin, disini ditawarkan kartu 1 hari,2 hari sampai 5 hari dgn nama Barcelona Card. Kartu ini memiliki kelebihan dapat dipakai di semua moda transportasi apapun dan ada banyak diskon melekat di kartu tsb apabila kita ingin mengunjungi tempat-tempat wisata. Dengan pertimbangan harga yang cukup mahal, sekitar 40 E/org untuk 4 hr, akhirnya diputuskan beli kartu T10 yang artinya dapat dipakai utk 10 kali perjalanan dengan moda transpotasi apapun, dengan harga cukup murah 9,25 E/org.

Kesan pertama naik kereta Aeroport, nyaman banget. Selain ber AC, interior dan desain dalam kereta sudah sama dengan yang biasa kita naiki di Berlin, hanya berbeda di segi "goyangan suspensi". Kata Abinya Abel, bedalah kereta Spanyol dengan kereta Jerman yang notabene sudah jauh lebih maju di bidang teknologi :). Sampai di hotel, dan unpacking sebentar, kami lanjut perjalanan ke CBD, di Plaza d Catalunya. Disini kami menikmati perjalanan dengan bis, yang lagi-lagi sudah berdesain sama dengan berlin. Hanya bedanya, kalau di Berlin, kami cukup menunjukkan bukti kartu mahasiswa kepada driver, tp di Barca, hampir semua penumpang harus memvalidasi tiket dalam mesin khusus yang tersedia. Sangat mudah,terstandar, dan jelas. Ohya, ternyata di Barca, sanksi utk penumpang gelap lebih mahal 10 E dibanding Berlin, yaitu 50 E.

Barcelona cukup bersahabat dengan suhu sekitar 12-16 drajat Celcius di siang hari. Namun fluktuasi cuaca yang demikian cepat, membuat kami harus menahan dingin di sore hari saat menikmati jalan-jalan di sepanjang la Rambla (semacam Malioboro Yogyakarta atau Kurfurstendam Berlin). Rencananya kami akan menyusuri la Rambla sampai ujung yaitu Pantai Barcelona, tapi setelah jam 6 sore, perut lapar dan dingin, kami balik arah ke hotel :) Sebelumnya suami menyempatkan membeli kebab ala lebanon (swharma) di la Rambla. Tapi ternyata kami kecewa, rasa dan harga tidak sebanding dengan kebab Berlin. Mulai dari saus yang berbeda, tingkat kematangan daging kebabnya dan sayuran di dalam kebab, jauh dr yang kami bayangkan :( tapi mau gimana lagi, harus isi amunisi kan untuk menjaga stamina? so tetep aja, harus dihabiskan.

Sama seperti negara2 maju lain, disini fasilitas pedestrian ways sangat sangat nyaman. Anehnya, dibanding Berlin, disini kami jumpai banyak sekali orang naik motor. Motornyapun merknya macem2, ada honda, BMW, piaggio dan merk2 lain. Secara umum model yang populer disini adalah model seperti vario atau mio dengan kaca depan seperti di film Chips hihi. Baru diketahui belakangan, karena Barca tidak bersalju dan tempat parkir yang semakin sempit dan tarif parkir menjadi lebih mahal, penduduk lokal lebih memilih untuk menaiki motor. Motor adalah alat transporasi yang paling digemari, disusul sepeda. Banyak tempat2 di kota yang menyediakan jasa penyewaan sepeda yang dikelola oleh pemerintah setempat dengan nama BICING, yg dpt disewa tahunan. Asyiknya, sepeda ini tanpa dikunci, jd setelah selesai dipakai, dapat diparkir lagi dimanapun selama ada tanda parkir khusus" bicing" dan sepeda akan menempel dan dikunci dengan magnet otomatis. Sebenernya pengen nyobain sih, tp karena semua instruksinya tidak ada yang berbahasa Inggris, so kami cuma cengar cengir dan akhirnya menahan hasrat naik sepeda.

Hmm, mumpung inget...lucunya disini bis tidak berhenti otomatis seperti di Berlin. Melambaikan tangan adalah satu cara menghentikan bis, hampir sama spt di Indo kan? Saya menduga karena disni 1 halte bisa dipakai oleh beberapa rute, sehingga tidak otomatis, beda dengan di Berlin, tiap rute punya halte khusus. Kalau di Berlin, kita tahu apa nama halte berikut karena di dalam bis ada layar tv yang menulis tujuan selanjutnya. Disini, sama, ada layar TV, tp mungkin karena saya tdk tahu sama sekali bahasa spanyol selain gracias hehe, informasi terkesan membingungkan karena banyak yang tertulis di TV, mungkin ada sekitar 3 atau 4 baris kalimat pendek. Lucunya lagi, sebelum sampai halte berikutnya, selalu ada pembicaraan antara laki-laki dan perempuan seperti menanyakan ini sampai dimana ya? oh ya..sekarang sudah sampai di X..hehe bener2 deh serasa di telenovela.

Disambung lagi nanti ya...
Saya bersyukur bisa mengenal belahan dunia lain selain Berlin, tempat saya numpang sementara ini. Saya benar2 merasakan bahwa selama 2 hari saya disini, kepekaan untuk mensyukuri hal sekecil apapun
menjadi diasah kembali, baik secara everyday life maupun secara keilmuan, karena saya kan belajar tata kota hehe.

Herzliche Willkommen :)

Selamat Datang di Blog Kami

Keluarga Bakhtiar terdiri dari Abi Arfan, Umi Landung dan Abel. Sekarang kami tinggal di Berlin, untuk melanjutkan studi selama 3 tahun. Di Indonesia, kami berasal dari kampung Tembalang, di Semarang.