Sunday 1 December 2013

Ich bin Deutsche

Sudah 2 bulan ini Abel mulai pinter bahasa Jerman, tepatnya sejak dia pindah ke kelas TK B (grosseGruppe). Nah karena itu, dia selalu saja, bercerita apapun dalam bahasa Jerman.
Sampai-sampai mimpipun pakai bahasa Jerman.

Lucunya, kalau misalnya kami tidak terlalu paham apa maksudnya, secara kami ini tidak aktif
berbahasa Jerman, maka dia akan menjawab gini:

"Leider, kann ich nicht mehr auf Indonesisch sprechen, nur Deutsch bitte"
(Sayangnya, aku ga bisa lagi bahasa Indonesia ya, tolong pakai Jerman ajah..)

hihi..kami pun bengong dibuatnya

Andalusia Trip (Part end : Madrid)

Madrid merupakan kota terakhir perjalanan panjang kami, karena hanya melalui Madrid kami bisa melanjutkan perjalanan pulang ke Berlin. Sebenarnya bisa juga lewat kota Barcelona, hanya saja, kami sudah pernah ke Barcelona sebelumnya.

Perjalanan dengan bis selama 5 jam dari Cordoba ke Madrid, dengan tiket seharga 49,3 E untuk bertiga. Kurang lebih harga sekitar 18 E untuk dewasa dan 13 E untuk Abel, dengan bis Eurolines. Kami sengaja memilih bis, yang lebih ekonomis, dibanding naik kereta Renfe, dengan tiket 70 E/org dan perjalanan 1 jam 45 menit. Kami ambil bis pertama, jam 8 pagi. Bis berhenti jam 10 di kota kecil untuk sarapan, dan melanjutkan perjalanan ke Madrid. Bis sangat nyaman, standard bis Eropa dengan fasilitas lengkap; seperti reclining seat, kamar mandi, TV dan musik.  Sesampainya di Madrid, kami memutuskan untuk membeli tiket  transportasi umum 10 trip untuk sekeluarga, setelah berkonsultasi dengan petugas tiket yang stand by di depan mesin tiket. Harga tiket 12.2 E, dan setiap kali menggunakan moda transportasi, kita memvalidasi tiket sebanyak 2 kali, karena anak-anak gratis.
Enaknya di Madrid adalah, karena moda transportasi yang terintegrasi, maka tiket dapat dipakai untuk bis dan metro (subway).

Keberuntungan rupanya masih bersama kami. Di kota terakhir dan tujuan perjalanan terakhir, kami mendapati hotel kami sangat-sangat menyenangkan. Kamarnya luas, berada langsung di depan main entrance, dan ada balkon. Di bawah hotel, ada warung fast food paella (nasi goreng Spanyol) dan ayam bakar. Beda 2 gedung dari restoran tersebut, terdapat carrefour. Jadi kita bisa beli susunya abel, air putih dan cemilan. Di depan carrefour, ada restoran turki yang jual kebab dan makanan halal lainnya...hehe loncat2 kegirangan nih. Last but not least, hotel tersebut terletak hanya 2 blok di belakang Grand Via, jalur pedestrian teramai di Madrid (semacam Malioboro di Yogyakarta).

Niat utama di Madrid, sebenernya tidak sepenuhnya untuk menikmati landmark kota Madrid, namun lebih kepada kunjungan khusus ke Bernabue Stadium :D Selain karena salah satu rombongan adalah fans sejati el Real, namun juga karena bagi kami, ini saat yang tepat untuk mengenalkan dunia persebakbolaan pada jagoan kami. Dan benar saja, perasaan haru dan atmosfer sportif langsung kami rasakan. Begitu juga kami lihat langsung dari ekspresi Abel yang sangat menikmati kunjungan 3 jam di dalam Bernabue Stadium. Tiket seharga 19 E/orang (dengan waktu kunjungan tidak terbatas hehe) dan gratis untuk anak di bawah 5 tahun.

Keesokan paginya, kami jalan ke Plaza Mayor, salah satu plaza terbesar di Madrid dan tempat paling dikunjungi turis. Plaza Mayor ramai sekali pada hari Minggu itu, rupanya karena ada transaksi barang-barang koleksi (semacam flohmarkt di Jerman). Contoh barang yang dijualbelikan adalah kartupos, tutup bir, perangko, novel dan lain-lain. Taklupa kami mampir ke icon Madrid, yang berupa patung Beruang yang sedang memanjat pohon Macrodano (Bear and the MadroƱo Tree Statue) di dareah Puerto del Sol.
Mercardo de San Miguel, tujuan berikutnya. Pasar dalam ruangan, yang dibangun sejak 1913, tetap mempertahankan desain lama, sehingga berkesan antik namun modern, karena masuk ke dalam pasar itu melalui automatic rolling door. Pasarnya bersih sekali, padahal di dalamnya juga menjual buah, sayur, aneka ikan dan daging, juga cemilan. Kami sempet mencoba churros yang dimakan dengan coklat, salah satu makanan rakyat di Spanyol. Kami tertarik mencobanya, juga karena ada informasi bahwa churros yang mereka buat adalah halal :D

Target selanjutnya adalah Palacio Real, yang bersebelahan dengan Cathedral Madrid. Kami memutuskan untuk tidak masuk ke dalam Palacio Real, karena waktu yang harus diorganisir, mengingat sore harinya kami harus segera ke bandara. Namun, kami tidak lupa menyempatkan waktu untuk berfoto dan menunggu Abel yang sedang menikmati mengejar balon dari air sabun :)
Masih di sekitar lokasi itu, kami mengunjungi Taman Sabatini, melewati Plaza de Espana dan melanjutkan perjalanan ke Plaza de Cibeles. Dan karena cuaca yang cukup bersahabt, kami memutuskan untuk menghabiskan waktu terakhir menikmati keindahan taman terbesar di Madrid; Retiro Park, sambil menikmati bekal makan siang disana.

Sampai waktunya kami ke bandara, dan ternyata tiket metro (subway) ke bandara 3 E/org, di luar harga tiket 10 times tersebut. Waktu perjalanan cukup cepat, sekitar 15 menit dari pusat kota ke Terminal kami.

Secara keseluruhan, impresi kami terhadap Andalusia sangat menakjubkan. Alhambra adalah satu-satunya tempat yang membuat kami takjub terhadap detail dan kemegahan desain dari pemerintahan Muslim di Granada. Kemegahan ini diafirmasi secara positif saat kami berkunjung ke reruntuhan Medina Az Zahra, di Cordoba. A trully breath-taking experience !!

Ada beberapa catatan dalam perjalanan ini, yang mungkin bermanfaat untuk yang ingin berkunjung ke Andalusia juga :)
1. Selalu dan sekali lagi, lakukan riset sebelum jalan-jalan itu sangat bermanfaat untuk time management selama ekskursi. Bukan hanya karena model perjalanan backpacker yang kami lakukan, namun juga karena kami membawa anak berumur 5 tahun, yang kadang-kadang memberikan kejutan2 indah di sela-sela perjalanan :)
2. Spanyol adalah salah satu tujuan utama wisata di Eropa, karena secara umum, negara ini lebih banyak mendapat sinar matahari dibandingkan negara lain di Eropa. Hanya saja, potensi ini tidak diikuti dengan kemampuan bahasa Inggris pelaku pariwisatanya. Sekali lagi, bahasa tarzan justru somehow sangat membantu.
3. Image negatif tentang Spanyol, tentang rawannya copet, tidak kami temui disini. Bagi kami, yang paling penting, dimanapun kita pergi, kita memang harus selalu menjaga barang-barang kita. So stay safe and keep an eye on our belongings is A MUST.
4. Berhubungan dengan keamanan, karena di setiap kota yang kami kunjungi, Cathedral adalah salah satu atraksi turis paling banyak dikunjungi, maka ada yang perlu diwaspadai. Yaitu banyaknya perempuan Gipsi yang ada di sekitar Cathedral, dan menawarkan daun (saya tidak tahu apa namanya) untuk berdoa, yang sebenarnya merupakan alibi untuk menjebak turis membayar dengan harga yang cukup mahal. Saya melihat sendiri, polisi Cordoba men-sweeping mereka, karena aktivitas mereka sudah mengganggu turis.
5. Masing-masing kota mempunyai sistem transportasi sendiri. Ada yang harus pakai beli collective ticket, misalnya 10 kali perjalanan (sevilla, madrid) atau bahkan bisa yang dibeli dengan eceran (granada, cordoba) karena pusat atraksi turisnya hanya menyebar di pusat kota. Sekali lagi kenali dengan baik, informasi secara detail, sehingga bisa memutuskan dengan tepat apa cara pembelian tiket yang dipilih.
6. Untuk makanan halal, andalan kami adalah kebab, roti atau mie. Biasanya dan selalunya di 2 hari pertama, suplai kami dipenuhi oleh makanan bekal dari Berlin. Kami selalu bawa, paling tidak abon dan kering, serta saus sambal, saus tomat dan kecap sebagai pelengkap untuk menikmati makanan di kota tujuan. Maklum, lidah kami terbiasa dengan masakan dengan bumbu komplit, sedangkan makanan Eropa secara umum cenderung hambar :( ohya, untuk informasi tentang makanan halal selalu kami tanyakan langsung ke petugas hotel pas check in.
7. Hotel di Spanyol, pada umumnya tidak luas. At least dengan ukuran hotel di negara lain yang biasa kami booking. Mungkin ini ada kaitannya, dengan peraturan pemerintah untuk mendukung preservasi bangunan tua. Ini juga terlihat dari lebar jalan umum yang rata-rata tidak bisa dilewati 2 mobil yang saling berpapasan. Kami lihat sendiri di Cordoba, hotel bintang 4 berlokasi di depan jalan selebar kurang dari 3 meter.

Well, perjalanan ke Andalusia ini rupanya justru menguak rasa keingintahuan kami untuk mengunjungi lagi, bagian lain negara Eropa yang masih sangat kuat dengan sejarah dan peninggalan Islam. Paling tidak, seandainya kami mendapat rejeki jalan-jalan ke negara lain, kami juga ingin melihat bagian kota/negara tersebut, yang masih menyimpan sejarah dan budaya Islam. Semoga :)

Andalusia Trip (Part 3 : Sevilla)

La Giralda Minaret adalah motivasi utama untuk mengunjungi Sevilla.

Perjalanan ke Sevilla, kali ini kami coba dengan menggunakan kereta cepat. Ada 3 jenis kereta cepat dari Cordoba ke Sevilla, yang dioperasikan oleh Renfe. Yang paling cepat adalah jenis AVE dengan harga 34 E/orang/one way dan waktu tempuh 45 menit. Sedangkan jenis kedua adalah AVANT, dengan waktu tempuh sama, tapi harganya sekitar 20 E/org/one way. Kami memilih dengan MD (Media Distancia), dengan harga 10.75 E/orang untuk sekali jalan. Sedangkan anak-anak berumur 3-14 tahun mendapat diskon 40%, sehingga Abel hanya membayar 7.5 E. Interior kereta MD, sekelas dengan kereta RE di Jerman, dan kecepatan rata-rata adalah sekitar 110-140 km/ jam, sehingga perjalanan Cordoba-Sevilla kami tempuh hanya dalam waktu 1 jam 20 menit.

Sampai di Sevilla, kami membeli tiket 10 kali perjalanan yang dapat dipakai oleh seluruh keluarga. Tiket dapat dibeli di toko rokok atau koran, dengan harga 8.50 E. Isi di dalam chip adalah 7 E, setara dengan 10 kali perjalanan. Apabila chip dikembalikan, maka kita mendapat return money sebesar 2 E. Sementara kalau kita beli eceran, sekali jalan, harus membayar 1.5 E. So, bagi kami, pemilihan tiket 10 trip sudah tepat.

Tujuan pertama adalah Plaza de Espana dan Parque Maria Luisa.
Plaza de Espana, dibangun tahun 1929 berdekatan dengan Plaza de America, yang dibangun untuk memeriahkan America-Spanish Exhibition. Dengan pembangunan Plaza de Espana ini, kemudian Sevilla dikenal dalam peta pariwisata Spanyol, karena desain Plaza de Espana yang sungguh indah. Dari sini menuju ke Cathedral Sevilla, tempat dimana terdapat La Giralda. Kami melewati salah satu landmark yaitu pabrik rokok tertua di Sevilla (Fabrica de Tobaco) yang bagian belakang kompleks gedungnya sekarang berubah fungsi menjadi Universitas.
Sampai di Cathedral, antrian sudah mengular. Dengan tiket masuk 8 E/org, masuklah kami ke dalam kompleks Cathedral, yang dulunya merupakan mesjid utama Sevilla. Sebenernya ada keuntungan bagi student di bawah 25 tahun, yaitu diskon tiket masuk, dan hanya membayar 3 E/org. Sayangnya usia kami berdua adalah 25 tahun plus plus :D

Palacio de San Telmo, adalah bangunan yang kaya dengan gaya arsitektur Baroque. Konon ceritanya, Ratu Maria Luisa memberikan sebagian lahan untuk keperluan keuskupan dan seminari. Sedangkan Parque Maria Luisa berupa taman kota yang dibangun tahun 1929 untuk mengenang Ratu Maria Luisa dengan konsep yang menonjolkan keindahan dan banyak air mancur.

Sampai di dalam Cathedral, kami langsung potret2 dan menuju ke La Giralda Minaret. Penasaran banget, karena konon katanya ini merupakan satu dari 3 Minaret peninggalan Almohad yang masih well preserved, selain Kutubiyyan di Maroko dan Tower Hasan di Rabat. Setelah baca sejarahnya, memang Minaret ini masih mempertahankan desain bangunan yang didirikan sejak 1184. Tahun 1400, setelah gempa bumi yang melanda Sevilla, maka minaret ini direnovasi dan bagian atasnya ditambahi lonceng gereja. Pertama kalinya, minaret ini dibangun dengan tinggi 70 meter, dan setelah renovasi kedua di tahun 1558, maka tinggi totalnya menjadi 94 meter. Yang unik lainnya adalah, untuk mencapai level tertinggi minaret ini, arsitek Ibn Basso, tidak membuat tangga, namun ramp sebanyak 34 level. Ramp ini, ternyata masih dapat dipakai sampai sekarang, bahkan untuk pengunjung dengan kursi roda atau stroller seperti saya. Masing-masing ramp ada tanda/ nomer level.
Bonusnya adalah, setelah melewati beberapa level, pada bagian dinding diberi bukaan seperti celah/jendela, dengan view kota Sevilla dari berbagai arah. Dan di depan jendela tersebut, ada beberapa memorabilia yang menceritakan elemen penting dan prosses pembangunan minaret ini. Masing-masing ramp mempunyai dimensi panjang sekitar 4-6 meter dan lebar 1,5 meter.

Setelah puas berkeliling sekitar Cathedral, kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki ke arah Selatan, dan bertemu dengan Plaza de Torros del Maenstranza. Yaitu tempat pertandingan matador yang sekarang sudah tidak digunakan lagi. Di depan gedung matador ini, ada sungai besar Quadalquivir, yang di ujungnya ada Torre del Oro. Torre del Oro atau Tower Emas merupakan salah satu landmark yang fungsinya sebagai orientasi untuk masuk ke Sevilla, selain La Giralda. Yah, tentu saja, karena Sevilla merupakan salah satu kota pelabuhan dan kota perdagangan yang besar di Spanyol sejak dahulu.

Sebelum pulang kembali ke Cordoba dengan kereta, sisa waktu dimanfaatkan untuk jalan-jalan di sekitar kota. Kami sengaja tidak naik bis menuju ke stasiun, tapi jalan kaki menyusuri rute menuju stasiun. Kurang lebih 30 menit perjalanan, kami masih sempet menengok kawasan Casa di Pilatos, yang kaya dengan bangunan berdesain Rennaisance, Ayuntamiento (gedung pemerintah dengan desain bangunan yang sangat antik), Santa Cruz district dan sisa reruntuhan Tembok Roman yang letaknya tepat di tengah pusat kota.

Andalusia Trip (Part 2 : Cordoba)

Cordoba. Enggak tahu kenapa, dari dulu, sejak mengenal pelajaran Sejarah tentang Kebudayaan Islam jaman SMA, saya punya cita-cita ke Cordoba. Kota yang disebut sebagai kota seribu cahaya, karena di kota ini ilmu pengetahuan dan budaya bersinergi untuk membentuk peradaban manusia.

Kami ambil bis antar kota dari Granada ke Cordoba, dengan harga 17 E/org. Sekali lagi ALSA merupakan bis yang melayani banyak rute di kota-kota di Spanyol. Ternyata bis kami adalah supra economy, yang artinya harganya beda sekitar 2 E/org dari harga normal, tapi kami mendapat snack. Isi snack box adalah air mineral 500 ml, roti, kacang dan earphone. Perjalanan Granada- Cordoba sekitar 3 jam dan bis ALSA beroperasi 6-7 kali perhari untuk rute ini.

Sesampainya di Cordoba, dan check in, kami merasa beruntung. Pertama, hotel ini hanya berjarak beberapa blok dari Mezquita Cordoba, tempat tujuan utama wisata, sekaligus tujuan utama kami. Kedua, Sarah, pemilik hotel menceritakan bahwa saat ini ada Festival Patio. Jadi selama 2 minggu, diberlakukan open house bagi rumah-rumah dengan patio cantik yang dihias dengan aneka bunga untuk dikompetisikan. Tahun ini, ada 6 distrik yang ikut kompetisi, dan siapa saja diperbolehkan  untuk masuk ke rumah, menikmati keindahan tamannya dan mengabadikannya dalam kamera. Open house ini dibagi dalam 2 sesi, jam 10-18 dan dibuka lagi jam 20-22 untuk beberapa distrik. Yeaayyy...saya terus terang langsung bersorak. Ternyata, pemilihan tanggal keberangkatan kami, yang awalnya hanya berdasarkan ketersediaan tiket murah, bertepatan dengan adanya Festival Patio yang diadakan setiap bulan Mei per tahunnya.

Awalnya, yang kami lakukan adalah isi bahan bakar dulu (makan). Setelah dijelaskan oleh Sarah, dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, kami akhirnya menjumpai tempat yang dimaksud. Plaza de la Corredera, adalah sebuah alun-alun (square) yang didalamnya terdapat berbagai jenis restoran dan bar. Perjalanan dari hotel sekitar 10 menit jalan kaki, ke arah Timur. Kami tertarik dengan kerumunan orang di salah satu restoran yang ada di pojok Plaza. Ternyata itu adalah warung kebab. Horeee, akhirnya, kami bisa makan kebab juga. Alhamdulillah-nya, penjualnya adalah muslim Pakistan dan tersedia juga nasi di menunya. Sayangnya nasinya sudah habis, karena kami saat itu baru sempet makan siang sekitar jam 15. Paket yang kami beli seharga 3,8 E dengan isi kebab, cola dan kentang. It's really cheap untuk kota Cordoba (ini setelah saya bandingkan dengan tempat lain). Enaknya lagi, bonus es krim yang boleh diambil sendiri (bahkan tidak ada dalam menu paket yang kami pesan), rupanya menjadi salah satu daya tarik restoran kebab ini. Tentu saja, kami tidak sia-siakan kesempatan ini....hihi abisnya bawa anak kecil sih, yang pasti doyan es krim dan kebetulan juga cuaca di luar pas panas. Senyum lebar deh jadinya :D

Mezquita Cordoba, a must see landmark in Cordoba. Dibangun tahun 786 sebagai mesjid, dan tetap dipertahankan struktur bangunannya, bahkan setelah kekaisaran Kristen (Christian Reconquista of Cordoba) di tahun 1236. Ada empat bagian penting dalam Mezquita Cordoba, yaitu (1) bell tower (2) Patio de los Naranjos (3) Mihrab dan (4) Cathedral.
Patio de los Naranjos atau Court of the Orange trees, merupakan salah satu bagian dari Mezquita yang masih dipertahankan. Patio ini berupa taman sebagai area publik yang ditanami pohon jeruk, secara simteris untuk melambangkan struktur kolom bangunan. Menurut saya, Mihrab adalah tempat terindah di bangunan ini.
Mihrab ini didesain sebagai bagian utama dari Mezquita ini, dengan banyak kaligrafi Arab yang ditulis dengan sangat indah, diatas perpaduan warna tulisan yang sangat megah. Awalnya saya mengira Mihrab ini menghadap kiblat, sedikit miring ke tenggara, seperti pada umumnya dijumpai di bangunan mesjid lainnya. Namun ternyata, setelah saya baca novel Hanum, saya melihat sendiri, bahwa Mihrab ini memang menghadap terlalu lurus ke selatan. Ini merupakan kebijaksanaan dari Sultan Al Rahman untuk bersifat netral, karena di sebelah bangunan mesjid ada bangunan gereja yang sudah berdiri lebih dahulu, Jika memaksakan Mihrab dibangun menghadap ke tenggara, maka gereja tersebut harus dirobohkan (HRS, hal 273-274). Masih menurut novel Hanum tersebut, "ini merupakan bukti bahwa Cordoba dapat menyandingkan orang-orang yang berbeda keyakinan dengan begitu indahnya." Konon, Mezquita ini bisa menampung hingga 10.000 jamaah.
Sayangnya kami tidak dapat merapat ke Mihrab, karena Mihrabnya dipagari oleh besi. Selain itu, tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan ibadah apapun (sholat) di dalam bekas masjid ini.

Saat kami sedang berkeliling di dalam bangunan Mezquita, kami disapa oleh seorang Ibu yang ternyata turis dari Paris. Dia bercerita bahwa dia pernah ke Mezquita ini 25 tahun yang lalu, dan saat itu bangunan Mezquita sangat-sangat tidak terawat. Namun sekarang, Mezquita sudah disulap menjadi cantik.
Trus saya tanya, menurutmu apa bagian terindah dari Mezquita ini ? Dia menjawab, saya paling suka Mihrab. Walaupun saya Christian, tapi bagi saya, justru kesederhanaan Mihrab adalah hal penting yang menjadikannya sangat mempesona. Indeed, I tottaly agrre with you, Mam !

Sebenernya tujuan utama lainnya adalah Medina az Zahra, sekitar 8 km dari kota Cordoba. Hanya sayangnya, tujuan ke Medina az Zahra, harus reservasi melalui tourism center, dan ga bisa dilakukan sendiri (kecuali punya mobil sendiri ya). Tiket seharga 8.5 E/orang dan gratis untuk anak-anak, merupakan harga yang harus dibayar untuk ongkos bis pp Cordoba-Medina dan ongkos bis kecil pp dari depan museum Medina ke site Medina az Zahra. Untungnya lagi, karena kami sebagai student di Berlin, maka masuk museum gratis, walaupun sebenernya kalau bayar murah juga sih, hanya 1,5 E/orang. Di dalam bis ber-AC menuju Medina, kami ditawarin untuk gabung dalam rombongan ber-guide, dengan harga 6 E/orang. Sayangnya hanya kami bertiga, satu-satunya yang berbahasa Inggris, sehingga kami tidak dapat ambil bagian dalam grup ber-guide yang dibatasi minimal 6 orang/grup.

Ini merupakan pengalaman paling mengharukan bagi saya. Bagaimana pada awal tahun 940, sebuah peradaban Islam dibangun sedemikian detail dan sistemik. Konsep tata kota yang lengkap dengan elemen-elemen dasar yang sudah direncanakan dengan sempurna, dibangun oleh kekaisaran Abd ar-Rahman III di bukit al-Arus.
Medina az Zahra dengan dimensi 1518 meter dari timur ke barat dan 745 meter dari utara ke selatan, dibangun dengan ciri desain penggabungan motif Syria dan Byzantine yang akhirnya menjadi motif baru khas ke-khalifah-an Spanyol. Kota ini mempunyai ketinggian 70 meter, dan dibagi dalam 3 level. Level tertinggi ditinggali Sultan, level tengah untuk pejabat dan pgawai pemerintahan, gedung pemerintahan dan taman. Sedangkan level terendah ditinggali oleh tentara, seniman dan kelompok masyarakat lainnya. Disini juga ada pasar, mesjid dan pemandian umum (public baths).

Semua bukti kebesaran Khalifah Abbassid, disimpan dengan sangat rapi di Museum. Dengan layout sederhana dan keterangan yang komprehensif, membuat pengunjung seakan dibawa pada masa tersebut. Tidak hanya menikmati beberapa peninggalan pada masa itu, seperti alat-alat makan, facade Mezquita, uang logam yang digunakan untuk transaksi jual beli, kami juga dapat menikmati film berdurasi 20 menit, yang menceritakan tentang bagaimana perencanaan ruang dan elemen-elemen kota Medina az Zahra. Sekali lagi, sejarah membuktikan bahwa pada jaman tersebut, Islam telah menciptakan peradaban yang sangat humanis, dengan sistem yang saling mendukung satu sama lain.

Bahkan, pemilihan lokasi Medina yang berada di bukit, tidak menghalangi tugas Sultan untuk tetap menjalankan pemerintahannya di pusat kota Cordoba. Begitupun, kondisi fisik alam perbukitan dengan topografinya yang cenderung curam, tidak menghalangi seluruh penduduk Medina untuk tetap dapat menikmati air bersih dan kemudahan akses transportasi untuk distribusi barang dan jasa. Menurut informasi dalam video tersebut, kemegahan Medina az Zahra, membuatnya banyak dikunjungi oleh utusan-utusan kerajaan/negara lain, dengan tujuan hanya untuk melihat dan membuktikan kemegahan Medina az Zahra. Allahu Akbar !!
Dalam perjalanan pulang kembali ke Cordoba, saya masih terbayang2 dengan keindahan Medina az Zahra. Sungguh merupakan suatu pengalaman yang jauh lebih indah dari bayangan saya. Maturnuwun Gusti, atas kesempatan ini.

Sore harinya, kami sengaja mendatangi Mezquita lagi, dan menyusuri Puente Romano (Roman Bridge) tepat di depan Mezquita. Menyusuri Rio Guadalquivir (sungai) melewati Ronda de Isasa, kami menikmati juga keindahan landmark lain seperti Calleja y Plaza de las Flores, Torre de la Calahorra, Puerta del Puente dan Triunfo de San Rafael. Sekali lagi, andalan kami adalah jalan kaki. Justru dengan cara ini, kami merasa bisa lebih maksimal menikmati kota. Kadang justru banyak element of surprises, seperti misalnya kami menemukan sebagian bekas reruntuhan Romawi membaur dengan gedung perkantoran baru. Atau tiba-tiba saat kami melewati suatu kompleks permukiman, kami menemukan sebagian sisa Alcazaba asli. Saya justru merasa lebih bisa mengenali karakteristik dengan cara jalan-jalan begini. Misalnya, bagaimana sih sistem persampahannya dan sarana permukiman lain seperti jalan lingkungan, model facade bangunan rumah dan lain-lain.

Palacio de Viana juga kami kunjungi. Rumah ini merupakan rumah peninggalan aristokrat, dengan keunikan terdapat 12 patio yang menyajikan desain taman yang berbeda-beda. Termasuk juga kita dapat menikmati koleksi perak dan harta benda lainnya, yang sekarang dibuka untuk umum. Tidak hanya itu, rumah ini juga sering dijadikan lokasi pemotretan untuk keperluan katalog buku, pre wed dan lain-lain. Saat kami kesana, kami bertemu dengan banyak anak perempuan seumuran SD yang memakai baju pengantin, sedang berpose dengan teman-temannya.

Tempat lain yang kami kunjungi adalah Plaza Tendillas, Plaza de Capuchinos, La Juderia (perkampungan yahudi) yang sekarang berubah menjadi tempat penjualan suvenir yang melintang sepanjang jalan dekat Mezquita.
Kami juga menikmati taman kota; Jardines de la Aqricultura, setiap kami menuju ke stasiun bis atau stasiun kereta, yang letaknya bersebelahan. Tak lupa juga, kami kunjungi beberapa rumah yang sedang open house untuk Festival Patio.

Di Cordoba kami sama sekali tidak membeli tiket bis kota. Lokasi hotel yang cukup strategis, hanya sekitar 20 menit dari terminal bis dan stasiun kereta. Juga tempat2 obyek wisata yang dapat dengan mudah dicapai hanya dengan jalan kaki, karena letaknya yang beraglomerasi di sekitar Mezquita.

Andalusia Trip (Part 1 : Granada)

Jauh sebelum saya akhirnya membaca novel 99 Cahaya Islam di Langit Eropa karangan Hanum Salsabiela Rais, suami dan saya sudah berencana ke Andalusia. Dan tujuan kami adalah Cordoba, Granada dan Sevilla. Sayangnya kota-kota besar ini tidak bisa diakses langsung dengan pesawat. Salah satu kemungkinannya adalah lewat Malaga atau Barcelona dan Madrid.

Pintu masuk kami dari Berlin adalah Malaga. Kota di pinggir selat Gibraltar yang terkenal dengan Alcazaba, istana dan benteng pertahanan peninggalam suku Moor yang menjadi salah satu pusat daya tarik wisata. Perjalanan ke Granada ditempuh dengan bis ALSA. Tiket seharga 15 E/org dengan perjalanan 2,5 jam dalam bis ber AC, ber-reclining seat, dan ber-wifi. Sengaja kami tidak reservasi untuk bis antar kota, setelah membaca review di Tripadvisor bahwa orang Spanyol tidak biasa reservasi. Sarannya hanya, alokasikan waktu minimal  1 jam sebelum jam keberangkatan, maka ditanggung akan dapat bis seperti yang diharapkan.


Tujuan utama di Granada adalah Al Hambra. Al Hambra atau Istana Merah,yaitu kompleks kesultanan Nashrid, yang terdiri dari tembok pertahanan (Alcazaba), kompleks istana (Palacios Nazaries), taman firdaus (the Generalife) dan kompleks pemerintahan (the Medina). Al Hambra adalah tujuan wisata utama turis ke Spanyol, sehingga sangat disarankan untuk booking jauh-jauh hari sebelumnya. Kami booking sekitar 2 minggu sebelum keberangkatan saja, sudah tidak mendapat sesi pagi. Bahkan pada saat kami cek, untuk 2-3 bulan sesudah hari kami datang ke Granada, semua tiket di sesi pagi sudah terjual habis. Akhirnya kami dapat giliran masuk di sesi sore (jam 14-20) dan waktu kunjungan ke Nashrid Palace adalah jam 19. Kami diwanti-wanti oleh ticketmaster (tempat booking tiket masuk ke Al Hambra) bahwa kami boleh bebas masuk ke Al Hambra kapan saja, diantara jam 14-20 tersebut. Dengan arti lain, kalau sudah masuk ke kompleks Al Hambra, kita bisa keluar kapan pun. Al Hambra pada umumnya buka hanya sampai jam 20.00 saja, namun saat kami keluar dari kompleks Al Hambra jam 21.00 saja, masih banyak saja turis yang menikmati keindahan Alhambra. Sementara untuk masuk ke Nashrid Palace, waktunya sangat ketat. Bahkan kalau kami sampai di pintu gerbang sebelum jam 19.00 pun kami tidak diperbolehkan masuk.

Alhambra sangat menakjubkan, sebuah kompleks bangunan yang desainnya sangat terpadu. Untuk urusan kontrol terhadap wilayah kekuasaannya, Alhambra benar-benar sangat strategis. Kami kagum, bagaimana pada abad 13 dan 14, sudah dibangun sedemikian hebatnya sistem ini. Al Hambra terletak di atas bukit; pemandangan Al Hambra bisa dilihat dari Bukit salju abadi (dan sebaliknya). Dari depan Al Hambra, juga terlihat dengan jelas Albayzin (kompleks perkampungan muslim) dan Sacromonte (komplek perkampungan kaum gipsi).

Bangunan ini awalnya dibangun sebagai benteng pada tahun 889,dan kemudian beralih menjadi istana kesultanan pada tahun 1333 oleh Sultan Granada, Yusuf 1. Kesan pertama yang kami rasakan adalah, detailnya penataan keseluruhan elemen istana. Mulai dari jenis bunga yang ada, saluran drainase, dan fasilitas2 lain yang tersedia didalamnya. Saya merasakan sendiri, saat masuk ke Generalife, ada sensasi yang berbeda di sepanjang jalan di taman bunga; selalu ada pergantian bau harum yang ditimbulkan dari pemilihan jenis bunga yang berbeda. Desain bangunan yang "menerima" dan ada unsur "surprising" pada setiap pintu masuk ke beberapa bagian bangunan di dalam istananya, bener2 nyata saya rasakan. Seperti yang pertama kali saya pelajari di semester awal perkuliahan saya pada abad ke 20, dan itu semua sudah diterapkan sejak abad 13. Subhanallah !!
Taman firdaus ini dibagi dalam 3 bagian yaitu lower gardens, upper gardens dan Generalife Palace. Taman ini sengaja dirancang sebagai area beristirahat dan bersenang-senang, setelah seluruh penghuni istana disibukkan dengan kegiatan rutin pemerintahan.

Setelah puas di Generalife, kami turun menyusuri taman dan medina untuk menuju ke Mosque Baths dan gereja Santa Maria (dulu adalah masjid kerajaan), yang letaknya berdekatan satu sama lain. Di depan kompleks ini, banyak dijual suvenir dengan kerajinan kayu khas, peninggalan suku Moor. Kami masuk toko suvenir, tapi bukan untuk membeli suvenir, melainkan beli es krim, sedikit penghilang dahaga saat musim panas di Spanyol :D

Di depan gereja, ada Palace of Charles V, yang didalamnya berisi Museum of the Alhambra, Museum of Fine arts, Conference and Exhibition Hall. Sayangnya saat kami ke Alhambra, museum2 tersebut sedang tutup (jadwal wajib, setiap senin, museum tutup untuk perawatan dan pemeliharaan).

Sebelum masuk ke Narid Palaces, kami menyewa alat untuk mendengarkan informasi detail terkait konsep pembangunan dan arti dari masing-masing ruang di dalam istana tersebut. Ongkos sewa lumayan murah hanya 4 E untuk Nasrid Palaces, dan lebih murah kalau menyewa untuk seluruh kompleks Alhambra, yang hanya 8 E. Alat bantu audio ini tersedia dalam lebih dari 5 pilihan bahasa, dan kami tentunya memilih bahasa Inggris.
Bagian dalam istana Nasrid yang paling terkenal adalah (1) Mexuar Palace yang dibangun oleh Ismail I dan Muhammad V (1362-1391), lalu (2) Comares Palace dibangun oleh Yusuf I (1333-1354) dilanjutkan oleh Muhammad V (1362-1391) dan yang terakhir (3) Palace of the Lions, disempurnakan oleh Muhammad V (1362-1391). Bagi kami, Palace of the Lions adalah bagian terindah, meskipun bagian-bagian lain di dalam istana ini juga tak kalah indahnya.

Sayangnya, karena kami masuk ke istana Nasrid jam 19.00 dan baru keluar jam 20.00, kami tidak sempat masuk ke dalam Alcazaba, karena semua obyek wisata di dalam Alhambra tutup jam 20.00. Walaupun penampakan Alczaba hampir sama dimana-mana (ini kami sadari setelah berkunjung ke 3 alcazaba lain di Andalusia), yaitu berupa benteng melingkari istana, namun tetap saja, kami merasa bahwa kami perlu lebih disiplin dengan time management untuk perjalanan selanjutnya di kota lain, untuk dapat menikmati semua obyek wisatanya secara optimal.

Saya lupa menyebutkan, bahwa kami beruntung mendapatkan hotel murah di pusat kota. Dan hanya diperlukan waktu 5-10 menit berjalan kaki untuk sampai ke tempat pemberhentian bis khusus ke Alhambra. Bis Alhambra berupa mini van, dengan ongkos 1,2 E/org untuk satu kali perjalanan. Anak-anak gratis dan tiket dapat dibeli langsung ke supir bis.
Karena didesain khusus untuk mengantar pengunjung ke Alhambra, maka bis ini berhenti tepat di beberapa lokasi atraksi wisata lain sepanjang jalan menuju Alhambra. Bahkan di kompleks Alhambra seluas 142.000 m2 sendiri, pemberhentian bis ini terdiri lebih dari 5 halte. Sayangnya sewaktu kami keluar dari Alhambra, yang bertepatan dengan jam resmi tutup kompleks ini, bis mini ini selalu penuh dengan penumpang, sehingga kami putuskan untuk berjalan kaki saja. Toh perjalanannya menurun, dan sepanjang perjalanan bisa sambil menikmati view kota Granada. Hehe ternyata setelah dihitung-hitung cukup jauh juga ya, sekitar 30 menit kami jalan kaki, sampai ke hotel kami.

Keesokan harinya, kami mendaki ke perkampungan Albayzin, dan duduk di Mirador de San Nicolas. Mirador de San Nicolas ini semacam open space, tepat di depan Cathedral Albayzin, dengan pemandangan langsung ke Alhambra. Setelah puas merekam indahnya landscape, kami mencari masjid terbesar Granada (Mezquita Mayor Granada), yang ternyata letaknya bersebelahan dengan katedral tersebut. Kami merasa beruntung karena saat kami tiba di depan masjid, pintu gerbang masjid baru saja dibuka untuk kunjungan turis. Oleh teman baru kami, pengurus Mezquita Granada, kami diperbolehkan untuk sholat sunnah dhuha di dalam masjid. Perasaan haru yang dalam, mendapat kesempatan sholat di masjid ini. Walaupun tidak sebesar masjid Istiqlal Jakarta, namun di dalam masjid ini terdapat arsitektur dengan seni tinggi peninggalan suku Moor, khas gambar desain Islam Spanyol.

Target selanjutnya adalah berjalan-jalan menikmati suasana perkampungan muslim yang bercampur dengan perkampungan gipsi dan yahudi. Kami bahkan duduk-duduk di pasar lokal, dan menikmati pemandangan transaksi jual beli di tengah open space, serasa seperti melihat transaksi yang sama dilakukan pada sekitar abad 13.
Makanan khas, baju-baju khas dan toko-toko khas, lengkap dengan aksen bahasa yang spesifik berpadu dengan keindahan arsitektur Islam, Gipsi dan Yahudi. Bahkan kami mendengar langsung di beberapa bar, sedang dilakukan latihan tari flamenco untuk persiapan pertunjukkan di malam harinya.
Beberapa kali, saya mendapati tatapan mata ramah penduduk lokal kampung Albayzin, setelah melihat identitas saya, wanita muslimah yang berjilbab. Tidak hanya itu saja, setelah beberapa kali berusaha menemukan arah ke Sacromonte, dan kami tersesat, selalu saja ada yang menolong dan memberi petunjuk jalan yang benar. Suami saya selalu bertanya, apakah kamu Muslim? Ya, jawab mereka. Lalu kami bersama-sama mengucapkan salam dan hamdallah. Rasanya sejuk hati ini, menikmati udara Eropa, namun atmosfer ukhuwah begitu terasa.

Rupanya tersesat itu tidak selamanya berakibat buruk, karena kami justru menemukan istana lain, Palacio de los Cordoba. Is tana yang didominasi dengan gaya arsitektur Rennaisance, berada tepat di ujung Sacromonte.    Saat mengunjungi istana ini, kami sekali lagi melihat bahwa Alhambra bener-benar menjadi arah orientasi setiap bangunan di Granada. Hampir di setiap bagian dalam istana ini, kita dapat melihat langsung Alhambra tepat di atas Palacio de los Cordoba.

Sacromonte adalah perkampungan gipsi, tempat tarian Flamenco pertama kali diciptakan. Uniknya dari perkampungan ini adalah, model rumahnya yang dibangun langsung di perbukitan, dimulai dari satu ruangan utama yang menerus ke ruangan-ruangan lain. Wilayah ini sekarang terkenal sebagai salah satu pusat atraksi turis, dengan view langsung ke Alhambra.

Perjalanan berikutnya adalah mengunjungi beberapa pusat obyek wisata di pusat kota, yaitu Cathedral Granada, Alcaiceira, Plaza de Bib-Rambla dan Plaza Isabel la Catolica. Kami tidak masuk ke Cathedral, karena saat kami disana, jam berkunjung sudah habis. Di sekitar Cathedral adalah Alcaiceira, tempat pusat jual beli sutra terbesar pada masa pemerintahan Muslim, yang sekarang menjadi pusat penjualan suvenir yang sebagian besar penjualnya adalah keturunan Arab.

Secara umum, kami tidak pernah naik bis kota untuk perjalanan di pusat kota Granada, karena hotel kami yang terletak di pusat kota, pas di belakang Grand Via dan Cathedral Granada. Jadi kemana-mana kami jalan kaki. Khusus untuk ke Alhambra, Albayzin dan Sacromonte kami manfaatkan bis Alhambra. Bis kota hanya mengantar kami dari hotel ke terminal bis di pinggir kota, dengan biaya 1,2 E/orang.

Yang unik dari Athens


1. Banyak sekali penjual lotere, yang dapat dijumpai hampir di setiap stasiun atau sepanjang jalan utama. Modelnya seperti membeli kupon dengan nomer berseri. 
2. Di pinggir jalan, atau di tem[at-tempat umum lainnya seperti halaman perkantoran, parkiran metro dan halaman kampus ditanam pohon jeruk mandarin kecil yang boleh dipetik buahnya. Padahal berbuah lebat, tapi kok ga ada yang ngambil ya? Abinya Abel penasaran, mencoba memetik satu buah dan ternyata rasanya........kecuuuuutttt biaanngggeett :(

3. Banyak sekali anjing berkeliaran di pinggir jalan, dan hampir di setiap tempat wisata. Lebih parahnya, anjing itu selalu menjulurkan lidah bahkan sampai menetes air liurnya. Terus terang membuat tidak nyaman perjalanan, karena khawatir sekali dengan tingkah laku anjing. Bahkan di tempat wisata yang tinggi dan jauh seperti Acropolis, banyak sekali ditemui anjing liar :(

Tuesday 5 February 2013

Liburan Akhir Tahun 2012, edisi Roma dan Athena


Perjalanan kali ini dimotivasi oleh keinginan untuk melarikan diri sebentar, dari udara dingin Berlin di akhir tahun. Berbekal pengalaman booking perjalanan yang murah apabila jauh-jauh hari sebelumnya dilakukan, kami rencanakan semuanya 6 bulan sebelum perjalanan sesungguhnya dimulai.
Kota yang akan dikunjungi adalah Roma dan Athena, dengan alasan kami ingin melihat dari dekat bagaimana sebenernya kota-kota tempat mulainya peradaban Eropa dimulai. Benar saja, pesawat yang kami tumpangi penuh. Kami adalah satu diantara sekian banyak penumpang yang ingin berlibur atau sekaligus merayakan Natal di Roma. Impresi pertama sampai di Bandara Rome Fiumicino, ternyata 11 12  dengan Bandara Soeta. Bukan kondisi fisik yang saya maksud, tapi calo taksi/minivan yang menawarkan jasa mengantar ke hotel. Dalam pendapat saya dan sebagian teman-teman, mereka sangat agresif dan memaksa memilih jasa mereka. Sebenarnya kami sudah mendapatkan informasi bahwa transportasi dari bandara ke pusat kota itu diluar biaya transportasi umum (daily ticket), dengan kisaran harga 5-14 E/org, sehingga pilihan minivan sebenarnya masuk dalam pertimbangan, seandainya harganya cukup rasional. Setelah diskusi, kami selanjutnya memilih menggunakan shuttle bus yang hanya 5 E/org dibandingkan naik express train yang mematok harga 14E/org, sambil menikmati pemandangan :p

Bis sampai di Rome Termini, stasiun besar Roma, yang ternyata tidak jauh dari hotel kami, kurang lebih 5 menit jalan kaki. Ini artinya pemilihan hotel kami sudah cukup strategis. Ditambah lagi, ternyata di depan hotel ada restoran india halal yang menyajikan menu kebab. Wow...bisa sambil guling-guling nih saking senangnya, karena urusan makanan beres dan aman. Setelah check in, kami diberitahu, bahwa di Roma ada city tax sebesar 2 E/org/hari, peraturan yang sama pernah kami temui juga di Budapest.

Ternyata hotel kami juga cukup dekat dengan landmark / pusat tourist attractionnya. Betul sekali informasi yang kami peroleh, bahwa Roma adalah walkable city, sehingga kita cukup menyiapkan fisik dan sepatu saja, untuk nyaman keliling Roma :) Kami sudah putuskan, untuk hari pertama, akan jalan-jalan ke sekitar hotel saja karena kami mulai perjalanan di sore hari, sehingga tidak perlu membeli daily ticket. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Santa Maria Maggiore, yang letaknya persis di depan hotel kita. Lalu jalan sebentar kita sudah ketemu Piazza della Republica yang cantik banget di waktu malam. Jalan lagi ke arah barat, kita menemukan Palazzo delle Esposizioni dan lanjut ke Quirinale (istana presiden). Dari sana kami ingin ke Pantheon, namun karena sudah malam sekali dan sudah lapar, kami putuskan untuk istirahat di hotel saja dan makan malam.

Hari kedua, dimulai dengan list panjang tempat-tempat yang ingin dikunjungi, dan kemudian diputuskan untuk membeli daily ticket saja untuk menghemat waktu, karena besok kami sudah harus terbang lagi ke Athena. Daily ticket cukup murah hanya 6E/org dan bisa dibeli di semua kios koran dengan harga sama apabila kita beli di agen resmi di dalam stasiun. Jangan lupa untuk menvalidasi tiket, sebelum dimulai perjalanan untuk menghindari denda.
First thing first adalah Colosseo, karena pasti antriannya cukup banyak, sehingga kita memilih pagi hari dan sebagai tempat tujuan pertama. Benar saja, antrian sudah cukup banyak. Tapi kami beruntung, baru 15 menit mengantri, kami sudah bisa masuk. Dengan tiket 12 E/org termasuk untuk kunjungan ke Arco di Costantino, Palatino dan Arco di Tito. Sebenernya pada saat kami mengantri, ada banyak tawaran dari guide bersertifikat untuk ikut grup kecil mereka. Mereka menawarkan 27 E/org dengan janji tidak perlu mengantri dan semua kunjungan akan bisa selesai dalam waktu 1 jam 15 menit. Tapi kami memutuskan untuk menikmati saja waktu kami karena kami membawa 2 anak balita. Perasaan sangat senang, karena akhirnya bisa juga melihat dari dekat, tempat pertarungan ala Gladiator dan melihat view dari berbagai posisi. Kata sejahrawan teman kami, posisi sebagai penonton dalam Colosseo merepresentasikan semakin tinggi / jauh dari arena pertandingan menandakan semakin rendah pula kelas sosial masyarakatnya.
Bagi yang suka dengan kartu pos, di depan Colosseo ini dijual kartu pos murah hanya 1 E untuk 20 kartupos. Lebih hebatnya lagi penjualnya bisa bahasa Indo lo, karena menawarkan kartu pos sambil teriak "murah murah tidak mahal, 1 E dua puluh". Walaupun cuma itu saja bahasa Indo yang mereka kuasai, namun sepertinya mereka tahu kalau orang Indo suka kalap belanja suvenir. Kan mau dibagi ke kakek nenek aa teteh dan sodara-sodara yang lain hihihi.

Ternyata keberuntungan kami masih berlanjut; pada saat foto-foto di depan Arco di Costantino sedang ada atraksi pasukan Roma. Dengan seragam lengkap, mereka melakukan simulasi gerakan pertahanan perang. Saya melihat konsep pariwisata disini sesuai dengan teori yang pernah saya baca. Maksud saya, dalam perjalanan dari Colosseo ke Palatino yang lumayan jauh, kami selalu disuguhi dengan atraksi-atraksi yang menghibur. Jadi pengunjung ga pernah merasa bosan atau capek. Kami masuk ke Palatino dan sekitarnya, dan melihat bagaimana konsep open space dibangun, tempat pusat kegiatan masyarakat Roma. Fasilitas komplet, ada toiletnya juga. Bahkan kami sempatkan sholat juga di Palatino :) Di depan Palatino, banyak sekali tempat untuk duduk santai, dan kami memutuskan untuk istirahat dan makan disitu.

Tujuan selanjutnya adalah Vatican dan Basilica S. Pietro. Kami melihat langsung bagaimana Vatican membentengi wilayahnya menjadi tempat yang menjadi bagian dari Roma modern, tetapi masih mempertahankan nilai / ajaran Katolik. Di sepanjang jalan dari stasiun Metro sampai ke Vatikan, banyak sekali dijual tas-tas atau barang KW 10 seperti kalau kita lihat di Sogo Jongkok atau Taman Puring hehe. Pekerja sektor informal di Roma sebagian besar adalah Bangladesh dan India, yang menjajakan barang seperti pedagang asongan. Hati-hati dengan mereka, karena mereka sangat agresif, dan kadang tidak sopan untuk memaksa turis membeli dagangannya. Kita harus berkali-kali bilang TIDAK, itupun mereka masih tetap menguntit dan memaksa dengan tidak sopan. Dari Vatikan, kita lanjut ke Piazza del Popolo, semacam alun-alun tempat berkumpul dan bersosialisasi warga Roma. Satu stasiun dari situ, kita berhenti di Plazza Mignanelli (Spanish Steps). Bener-bener deh, banyak banget orang-orang yang duduk-duduk di tangga, kebanyakan anak muda. Sama seperti yang kami jumpai di tujuan terakhir kami: Fontana di Trevi.

Kota berikutnya adalah Athena. Impresi pertama di kota ini adalah PUSYIINNGG deh baca tulisannya keriting, jadi informasi dari airport ke pusat kota cukup makan waktu juga untuk mencerna dan memahaminya. Padahal kita pengen cepat sampai ke hotel dan segera bisa mengeksplorasi Athena. Hotel kami kali ini juga strategis, hanya 5 menit dari stasiun metro terdekat dan 20 menit jalan kaki ke Acropolis. Sayangnya, susah untuk menemukan resto halal disini. Untungnya di ujung gang, ada supermarket murah sekelas LIDL Jerman, sehingga kami bisa belanja susu, roti dan buah sebagai survival sementara toko-toko tutup untuk perayaan Natal.
Keesokan harinya, kunjungan dimulai dengan tujuan ke Syntagma Square untuk melihat upacara pergantian prajurit penjaga, sebagai salah satu atraksi wisata yang harus dilihat. Berdasarkan informasi dari petugas hotel, hanya perlu waktu 15 menit dari hotel ke Syntagma. Dalam perjalanan, kami menemukan Hadrian Arch dan Temple of Zeus. Juga National Garden dan Zapion Exhibition and Congress Hall yang didalamnya ada Presidential House.
Setelah itu kami lanjut ke Monastiraki untuk melihat masjid peninggalan kaisar Ottoman yang sekarang menjadi Museum. Di depan masjid, banyak sekali dijual suvenir dengan harga yang murah, dari berbagai macam produk khas Athena. Kami akhiri perjalanan dengan jalan-jalan ke Piraeus dan Pantai Faliro.

Hari ke-3 dimulai dengan perjalanan menyusuri Plaka, kawasan permukiman yang masih mempertahankan bangunan berarsitektur Yunani kuno. Sambil juga melihat Panathinaikon Stadium "Kallimarmaro" tempat pelaksanaan pertandingan olahraga sejak tahun 1800an. Kami mampir juga ke National Library yang bersebelahan dengan University of Athens dan Academy of Athens. Perjalanan terakhir kami ditutup dengan kunjungan ke pusat tourist attraction yaitu Acropolis yang didalamnya termasuk beberapa monumen seperti Parthenon, Erechtheion, Temple of Athena Nike, Propylaea, Old Temple of Athena dan masih banyak lagi. Enaknya bagi mahasiswa yang sedang studi di European Union countries, masuk ke Acropolis GRATIS, sementara tiket masuknya adalah 12 E/org.

Ohya, dari semua kunjungan ke tourist attractions di Roma maupun Athena, Abinya Abel paling tertarik dengan "kacang jengkol" panggang yang dijual di pinggir jalan. Dengan harga 2 E isi 5 biji di Roma dan 2 E isi 10 biji di Athena, Mas selalu penasaran dan penasaran sehingga akhirnya beli lagi dan beli lagi :p.
Saya namakan kacang jengkol, karena ukurannya sebesar jengkol, tapi rasanya manis seperti sukun goreng atau biji nangka rebus. Lecker deh...

Last but not least, beberapa yang menjadi catatan saya selama perjalanan Roma Athena adalah :
1. Masing-masing terkenal dengan tingginya copet, sehingga sebisa mungkin menghindari metro dan memanfaatkan alat transportasi lain seperti bus atau tram. Seandainya memang akan naik metro, semua barang berharga sebaiknya dijadikan satu tas, dan tas itu disimpan di balik jaket. Teman kami bahkan sudah mengalami 3 kali percobaan copet di Roma, namun semuanya langsung ketahuan dan pencopet membatalkan niatnya.
2. Transportasi umum di Roma maupun di Athena sudah integrated seperti Berlin. Hanya saja secara umum, justru kondisi fisik kereta jauh lebih bagus Athena dibandingkan Roma, sedangkan untuk bis masih jauh lebih bagus Roma dibanding Athena. Masing-masing kota memiliki jenis alat transportasi darat yang sama, yaitu metro (kereta bawah tanah), bis dan tram.
3. Harga suvenir di Roma jauh lebih murah dibandingkan dengan Athena. Namun harga makanan jauh lebih murah Athena dibandingkan dengan Roma. Suvenir murah di Athena dapat ditemui di Plaka atau Monastiraki, sedangkan souvenir di Roma hampir di semua tempat berharga sama.
4. Daily ticket Athena juga lebih murah dibanding Roma, hanya 4 E/org dibandingkan 6E/org.
5. Hot chocolate Roma wajib dicoba, karena rasanya enak sekali, kisaran harga antara 2-6E tergantung besar kecilnya gelas dan kelas cafe yang dikunjungi.
6. Satu hal yang sangat mengganggu di Athena adalah banyaknya anjing liar di sepanjang jalan. Sama seperti di Berlin, saya menjumpai banyak sekali anjing, tapi saya merasa aman karena anjing ini selalu dipelihara oleh pemiliknya. Anjing di Athena ini membahayakan karena tidak ada pemiliknya, cenderung tidak bersih, suka mengikuti orang dan berada di tempat-tempat wisata, bahkan sampai masuk ke dalam Acropolis sekalipun; yang merupakan kawasan konservasi bangunan internasional.

Sebagai catatan akhir perjalanan ini, semakin menguatkan bahwa saya cinta sekali Indonesia. Rasanya matahari Indonesia, keindahan alam dan kenikmatan makanan khas Indonesia jauh lebih menarik bagi saya :)

Sarana Umum dan Masyarakat Muslim di Barcelona


Kembali mengamati angkutan umum di Barcelona, mengenalkan perbedaan yang cukup mendasar pada simplifikasi dan standarisasi sistem. Di Barca, saya melihat untuk angkutan kereta dan angkutan umum lainnya sudah mempunyai standar desain yang sama dengan Berlin. Hanya sistem kontrol dan keamanan yang berbeda. Setiap akan naik kereta,  kita harus masukkan kartu.  Jadi di dalam kartu itu akan tersimpan data voucher kita dan kemudian di belakang kartu, akan terlihat kapan, dimana dan sudah berapa kali kita menggunakan kartu kita. Sebenernya dengan begini, menurut saya, sistem sudah terstandarisasi dengan baik. Walaupun begitu, di setiap titik masuk stasiun, saya selalu melihat minimal 2 polisi menjaga dan mengontrol arus masuk dan keluar. Hmm, ini bedanya dengan Berlin. Sistem dibuat sederhana, dengan menerapkan model abonemen (setiap mahasiswa dapat dipastikan pasti punya semester ticket per semester dan rata-rata penduduk membeli Monatkarte ) sehingga  tidak dibutuhkan personil untuk melakukan pengontrolan.

Kontrol dilakukan secara random di dalam kereta atau bis, dan jarang sekali ditemukan masalah, karena pada umumnya penduduk sini sadar untuk tidak menjadi penumpang gelap hehe. Saya beberapa kali melihat, ada petugas di Barca yang harus membuka deposit kartu, karena terjadi kemacetan di pintu masuk. Pernah satu kali saya melihat petugas berdebat dengan penduduk karena, penduduk dengan sengaja menerobos pintu masuk. Saya sendiri sudah 2 kali mengalami masalah, di pintu tempat saya masukkan kartu, ternyata tdk terbuka dengan semestinya, sehingga harus melewati pintu lain. Abel yang duduk di kinderwagen, sering tidak dapat masuk karena pintu yang terbuka terlalu cepat tertutup kembali.

Sedangkan jenis kereta disini, sama dengan Berlin. ada Ubahn (kereta bawah tanah) dan Sbahn (kereta diatas jalan). U bahn disana dikenal dengan L linien dan S bahn dikenal dengan R linien. Kami sempat mencoba 2 macam jalur ini, dan merasakan sangat nyaman dan sangat bisa diandalkan ketepatannya. Hanya satu tips, bagi yang ingin berpergian ke Barcelona juga, Ini terkait dengan pengalaman kami. Pada saat sudah keluar dari kereta dari bandara (Aeroport) dan akan connecting ke kereta lain,  kami memilih LIFT, karena membawa anak dengan kinderwgaen dan barang bawaan lain. Ternyata, dengan menggunakan LIFT dianggap sudah keluar dari stasiun, sehingga untuk menuju ke kereta berikutnya, wajib memvalidasi kartu lagi dan artinya mengurangi jumlah voucher kita. Keesokan harinya kami mencoba menggunakan eskalator, ternyata setelah 2 kali ganti kereta,  hanya dihitung 1 kali perjalanan. Hipotesa kami, selama kita ga keluar dari zona stasiun, berarti kita dianggap masih menggunakan 1 kali voucher kita. Saya ingat sistem seperti ini sudah diterapkan di busway jakarta kan ya? hehe

Di bidang sarana, saya melihat di hampir setiap simpul jalan ada 3 tempat sampah besar berwarna abu2. Sangat menganggu pemandangan. Sayang, saya ga sempat mengambil gambarnya, karena hari ke-3 di Barca, seharian hujan terus :(
Ini bedanya dengan Berlin, masalah persampahan sangat didesain dengan rapi dan tidak menganggu pemandangan. Sampah rata2 disimpan di belakang Wohngebiet (kompleks rumah), dan diambil secara periodik oleh petugas sampah. Dan sepertinya sama dengan desain angkutan umum, di Barcelona, desain tempat sampah pun sudah dibedakan menjadi 3 peruntukan : packung/papier (kardus dll), plastic (botol dll) dan restmull (sampah lain2).



Tempat sampah di Stasiun Besar Barcelona

Pintu kontrol ke stasiun besar Barcelona.

Informasi arah dan sampai dimana kita, di dalam kereta.


Di dalam keretapun, ada Kamarmandi khusus untuk handicapped.

Tempat sampah yang kompak di dalam kereta.

Di hari terakhir saya berkesempatan menemukan komunitas muslim di Barcelona. Mereka sebagian besar tinggal di daerah yang disebut al Raval, lokasinya di belakang La Rambla dan Marcet St Josep. Komunitas muslim terbesar Barcelona ada di distrik Catalunya dan mereka sebagian besar adalah warga Pakistan dan Maroko. Kami menemukan sebuah masjid yang cukup besar, namun sayangnya masjid ini hanya diperuntukkan bagi lelaki, jadi wanita dilarang masuk disini. Dan sekali lagi, saya tidak mengambil foto disini, mengingat sedikit aneh di tempat ini untuk berfoto2. Kampung al Raval dikenal sebagai kampung dengan tingkat kriminalitas tinggi. Banyak website ttg pariwisata Barcelona yang selalu menyebutkan utk selalu berhati2 dengan barang bawaan di Barcelona, terutama kalau berkunjung ke al Raval.
Saya pribadi merasakan efek yang cukup tidak merasa nyaman di sini, mungkin karena jarak antar bangunan yang sempit, bangunan cenderung kumuh, berbau tidak menyenangkan dan sedikit gelap. Walaupun pada dasarnya, aktivitas disini sama seperti yang saya lihat di kampung muslim dan multikultural di Wedding, tempat saya tinggal di Berlin.

Bagi yang menyukai kawasan konservasi dan urban heritage, Barcelona mungkin surganya ya. Banyak sekali bangunan2 yang memiliki gaya arsitektur yang sangat bagus, unik dan menonjol. Masing-masing bangunan disini mempunyai desain yang berbeda dengan yang lain. Di Barcelona terkenal sebagai kota kelahiran banyak arsitek terkemuka, saya lupa saking banyaknya, tp yang paling terkenal adalah Antonio Gaudi. Saya sempat mengunjungi 3 landmark hasil karya Gaudi, yaitu la Sagrada Familia, Casa Mila dan Parc Guell.
Untuk jalan2 seputaran Barcelona, kami memilih jasa bis hop off hop on. Dengan jam operasi 09.00-20.00, kami bebas berhenti dimana saja, dan naik bis lagi beberapa kali, selama jam operasi masih berlangsung. Kami membeli tiket seharga 25E/org utk 2 hari, jauh lebih murah dibanding 17E utk 1 hari. Dengan harga segitu, kami masih mendapat diskon masuk ke beberapa tempat wisata dan juga potongan harga makan di resto fastfood dll. Ohya, untuk makanan, disini ga susah kok cari makanan. Favorit kami tetap resto fastfood, yang banyak jenisnya di Plaza Catalunya. Kami juga bawa bekal kok, terutama untuk sarapan dan cemilan selama di jalan :). Untuk makanan halal, ada juga toko yang menjual kebab. Satu hal yang wajib dicoba di Barca adalah hot chocolate dan churos, sehr leckerrr....murah dan enakk banget.
Kami juga mencoba Paella, makanan khas yang terbuat dari nasi. Maklum, setelah 3 hari makan tanpa nasi, tetep saja perut Indo kami menagih nasi hihihi. Paella semacam nasi uduk yang dicampur dengan aneka topping pilihan, bisa seafood, ayam, daging atau lain2. Satu hal yang mesti diperhatikan disini adalah, biaya yang dikenakan untuk jasa pelayanan 1 org di restoran. Waktu kami makan paella di resto deket Parc Guell, kami kena jasa Servicio Pan 0.98E /org.

Sebagai penutup, saya merasakan pengalaman yang cukup menyenangkan, pertama kali jalan ke Eropa di musim dingin.
Niat hati ingin merasakan sedikit kehangatan, ternyata sampai di Barcelona masih dingin juga hehe.
Sepertinya saya yang harus membiasakan dengan kondisi dan udara dingin di Eropa, karena saya masih akan menemui 2 kali winter lagi sebelum saya pulang.


Mengenal Barcelona


Perjalanan kami di belahan Eropa dimulai di Barcelona. Berbekal informasi harga paket murah dari seorang sahabat baik (tiket pesawat Berlin - Barcelona pp 58 E/org dan hotel bintang satu 38 E/hr) kami putuskan berangkat di saat Berlin mulai mendingin akibat winter yang datang terlambat. Persiapan cukup dengan mengintip google dan mencari keywords "best tourist attraction in barcelona", maka muncullah semua daftar yang dapat dipilih, dibandingkan dan kemudian dicetak. Niat kami dalam waktu 4 hari, paling tidak landmarsk Barcelona sudah berhasil dikunjungi. Ohya,sedikit tambahan info, karena maskapai penerbangan adalah kelas ekonomi, maka kami diperbolehkan membawa" hand gepack" kurang dr 20 kg dgn ukuran sekitar 52 cm x 16 cm x 35 cm per orang for free. Di luar itu, kita diwajibkan memasukkan bawaan ke bagasi dan dikenakan tambahan biaya.

Sesampainya di Barcelona, kami mencari informasi ttg paket transportasi umum. Ternyata sama juga dengan Berlin, disini ditawarkan kartu 1 hari,2 hari sampai 5 hari dgn nama Barcelona Card. Kartu ini memiliki kelebihan dapat dipakai di semua moda transportasi apapun dan ada banyak diskon melekat di kartu tsb apabila kita ingin mengunjungi tempat-tempat wisata. Dengan pertimbangan harga yang cukup mahal, sekitar 40 E/org untuk 4 hr, akhirnya diputuskan beli kartu T10 yang artinya dapat dipakai utk 10 kali perjalanan dengan moda transpotasi apapun, dengan harga cukup murah 9,25 E/org.

Kesan pertama naik kereta Aeroport, nyaman banget. Selain ber AC, interior dan desain dalam kereta sudah sama dengan yang biasa kita naiki di Berlin, hanya berbeda di segi "goyangan suspensi". Kata Abinya Abel, bedalah kereta Spanyol dengan kereta Jerman yang notabene sudah jauh lebih maju di bidang teknologi :). Sampai di hotel, dan unpacking sebentar, kami lanjut perjalanan ke CBD, di Plaza d Catalunya. Disini kami menikmati perjalanan dengan bis, yang lagi-lagi sudah berdesain sama dengan berlin. Hanya bedanya, kalau di Berlin, kami cukup menunjukkan bukti kartu mahasiswa kepada driver, tp di Barca, hampir semua penumpang harus memvalidasi tiket dalam mesin khusus yang tersedia. Sangat mudah,terstandar, dan jelas. Ohya, ternyata di Barca, sanksi utk penumpang gelap lebih mahal 10 E dibanding Berlin, yaitu 50 E.

Barcelona cukup bersahabat dengan suhu sekitar 12-16 drajat Celcius di siang hari. Namun fluktuasi cuaca yang demikian cepat, membuat kami harus menahan dingin di sore hari saat menikmati jalan-jalan di sepanjang la Rambla (semacam Malioboro Yogyakarta atau Kurfurstendam Berlin). Rencananya kami akan menyusuri la Rambla sampai ujung yaitu Pantai Barcelona, tapi setelah jam 6 sore, perut lapar dan dingin, kami balik arah ke hotel :) Sebelumnya suami menyempatkan membeli kebab ala lebanon (swharma) di la Rambla. Tapi ternyata kami kecewa, rasa dan harga tidak sebanding dengan kebab Berlin. Mulai dari saus yang berbeda, tingkat kematangan daging kebabnya dan sayuran di dalam kebab, jauh dr yang kami bayangkan :( tapi mau gimana lagi, harus isi amunisi kan untuk menjaga stamina? so tetep aja, harus dihabiskan.

Sama seperti negara2 maju lain, disini fasilitas pedestrian ways sangat sangat nyaman. Anehnya, dibanding Berlin, disini kami jumpai banyak sekali orang naik motor. Motornyapun merknya macem2, ada honda, BMW, piaggio dan merk2 lain. Secara umum model yang populer disini adalah model seperti vario atau mio dengan kaca depan seperti di film Chips hihi. Baru diketahui belakangan, karena Barca tidak bersalju dan tempat parkir yang semakin sempit dan tarif parkir menjadi lebih mahal, penduduk lokal lebih memilih untuk menaiki motor. Motor adalah alat transporasi yang paling digemari, disusul sepeda. Banyak tempat2 di kota yang menyediakan jasa penyewaan sepeda yang dikelola oleh pemerintah setempat dengan nama BICING, yg dpt disewa tahunan. Asyiknya, sepeda ini tanpa dikunci, jd setelah selesai dipakai, dapat diparkir lagi dimanapun selama ada tanda parkir khusus" bicing" dan sepeda akan menempel dan dikunci dengan magnet otomatis. Sebenernya pengen nyobain sih, tp karena semua instruksinya tidak ada yang berbahasa Inggris, so kami cuma cengar cengir dan akhirnya menahan hasrat naik sepeda.

Hmm, mumpung inget...lucunya disini bis tidak berhenti otomatis seperti di Berlin. Melambaikan tangan adalah satu cara menghentikan bis, hampir sama spt di Indo kan? Saya menduga karena disni 1 halte bisa dipakai oleh beberapa rute, sehingga tidak otomatis, beda dengan di Berlin, tiap rute punya halte khusus. Kalau di Berlin, kita tahu apa nama halte berikut karena di dalam bis ada layar tv yang menulis tujuan selanjutnya. Disini, sama, ada layar TV, tp mungkin karena saya tdk tahu sama sekali bahasa spanyol selain gracias hehe, informasi terkesan membingungkan karena banyak yang tertulis di TV, mungkin ada sekitar 3 atau 4 baris kalimat pendek. Lucunya lagi, sebelum sampai halte berikutnya, selalu ada pembicaraan antara laki-laki dan perempuan seperti menanyakan ini sampai dimana ya? oh ya..sekarang sudah sampai di X..hehe bener2 deh serasa di telenovela.

Disambung lagi nanti ya...
Saya bersyukur bisa mengenal belahan dunia lain selain Berlin, tempat saya numpang sementara ini. Saya benar2 merasakan bahwa selama 2 hari saya disini, kepekaan untuk mensyukuri hal sekecil apapun
menjadi diasah kembali, baik secara everyday life maupun secara keilmuan, karena saya kan belajar tata kota hehe.

Herzliche Willkommen :)

Selamat Datang di Blog Kami

Keluarga Bakhtiar terdiri dari Abi Arfan, Umi Landung dan Abel. Sekarang kami tinggal di Berlin, untuk melanjutkan studi selama 3 tahun. Di Indonesia, kami berasal dari kampung Tembalang, di Semarang.